SELAMAT DATANG DI BLOG PIMPINAN DAERAH MUHAMMADIYAH SUMENEP

Jumat, 06 April 2012

Mengintip Masa Lalu Buya Hamka




Buya Hamka lahir tahun 1908, di desa kampung Molek, Meninjau, Sumatera Barat, dan meninggal di Jakarta 24 Juli 1981. Nama lengkapnya adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah, disingkat menjadi HAMKA.
Belakangan ia diberikan sebutan Buya, yaitu panggilan buat orang Minangkabau yang berasal dari kata abi, abuya dalam bahasa Arab, yang berarti ayah kami, atau seseorang yang dihormati.
Ayahnya adalah Syekh Abdul Karim bin Amrullah, yang dikenal sebagai Haji Rasul, yang merupakan pelopor Gerakan Islah (tajdid) di Minangkabau, sekembalinya dari Makkah pada tahun 1906.
HAMKA (1908-1981), adalah akronim dari nama sebenarnya Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah. Beliau adalah seorang ulama, aktivis politik dan penulis Indonesia yang amat terkenal di alam Nusantara.
Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga Darjah Dua. Ketika usia Hamka mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ Hamka mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab. Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang diberikan ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjoparonto dan Ki Bagus Hadikusumo.
Hamka mula-mula bekerja sebagai guru agama pada tahun 1927 di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan dan guru agama di Padangpanjang pada tahun 1929. Hamka kemudian dilantik sebagai dosen di Universitas Islam, Jakarta dan Universitas Muhammadiyah, Padangpanjang dari tahun 1957 hingga tahun 1958. Setelah itu, beliau diangkat menjadi rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta dan Profesor Universitas Mustopo, Jakarta. Dari tahun 1951 hingga tahun 1960, beliau menjabat sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama Indonesia, tetapi meletakkan jabatan itu ketika Sukarno menyuruhnya memilih antara menjadi pegawai negeri atau bergiat dalam politik Majlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi).
Hamka adalah seorang otodidiak dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti filsafat, sastra, sejarah, sosiologi dan politik, baik Islam maupun Barat. Dengan kemahiran bahasa Arabnya yang tinggi, beliau dapat menyelidiki karya ulama dan pujangga besar di Timur Tengah seperti Zaki Mubarak, Jurji Zaidan, Abbas al-Aqqad, Mustafa al-Manfaluti dan Hussain Haikal. Melalui bahasa Arab juga, beliau meneliti karya sarjana Perancis, Inggris dan Jerman seperti Albert Camus, William James, Sigmund Freud, Arnold Toynbee, Jean Paul Sartre, Karl Marx dan Pierre Loti. Hamka juga rajin membaca dan bertukar-tukar pikiran dengan tokoh-tokoh terkenal Jakarta seperti HOS Tjokroaminoto, Raden Mas Surjoparonoto, Haji Fachrudin, Ar Sutan Mansur dan Ki Bagus Hadikusumo sambil mengasah bakatnya sehingga menjadi seorang ahli pidato yang handal.
Hamka juga aktif dalam gerakan Islam melalui pertumbuhan Muhammadiyah. Beliau mengikuti pendirian Muhammadiyah mulai tahun 1925 untuk melawan khurafat, bidaah, tarekat dan kebatinan sesat di Padang Panjang. Mulai tahun 1928, beliau mengetuai cabang Muhammadiyah di Padang Panjang. Pada tahun 1929, Hamka mendirikan pusat latihan pendakwah Muhammadiyah dan dua tahun kemudian beliau menjadi konsul Muhammadiyah di Makassar. Kemudian beliau terpilih menjadi ketua Majlis Pimpinan Muhammadiyah di Sumatera Barat oleh Konferensi Muhammadiyah, menggantikan S.Y. Sutan Mangkuto pada tahun 1946. Beliau menyusun kembali pembangunan dalam Kongres Muhammadiyah ke-31 di Yogyakarta pada tahun 1950.
Pada tahun 1953, Hamka dipilih sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiah. Pada 26 Juli 1977, Menteri Agama Indonesia, Prof. Dr. Mukti Ali melantik Hamka sebagai ketua umum Majlis Ulama Indonesia tetapi beliau kemudiannya meletak jawatan pada tahun 1981 karena nasihatnya tidak dipedulikan oleh pemerintah Indonesia.
Kegiatan politik Hamka bermula pada tahun 1925 apabila beliau menjadi anggota parti politik Sarekat Islam. Pada tahun 1945, beliau membantu menentang kemaraan kembali penjajah Belanda ke Indonesia melalui pidato dan menyertai kegiatan gerila di dalam hutan di Medan. Pada tahun 1947, HAMKA dilantik sebagai ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia. Beliau menjadi anggota Konstituante Masyumi dan menjadi pemidato utama dalam Pilihan Raya Umum 1955. Masyumi kemudiannya diharamkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1960. Dari tahun 1964 hingga tahun1966, HAMKA telah dipenjarakan oleh Presiden Sukarno kerana dituduh pro-Malaysia. Semasa dipenjarakanlah maka beliau mula menulis Tafsir al-Azhar yang merupakan karya ilmiah terbesarnya. Setelah keluar dari penjara, Hamka dilantik sebagai ahli Badan Musyawarah Kebajikan Nasional, Indonesia, anggota Majlis Perjalanan Haji Indonesia dan anggota Lembaga Kebudayaan Nasional, Indonesia.
Selain aktif dalam soal keagamaan dan politik, Hamka merupakan seorang wartawan, penulis, editor dan penerbit. Sejak tahun 1920-an, HAMKA menjadi wartawan beberapa buah akhbar seperti Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam dan Seruan Muhammadiyah. Pada tahun 1928, beliau menjadi editor majalah Kemajuan Masyarakat. Pada tahun 1932, beliau menjadi editor dan menerbitkan majalah al-Mahdi di Makasar. Hamka juga pernah menjadi editor majalah Pedoman Masyarakat, Panji Masyarakat dan Gema Islam.
Hamka juga menghasilkan karya ilmiah Islam dan karya kreatif seperti novel dan cerpen. Karya ilmiah terbesarnya ialah Tafsir al-Azhar (5 jilid) dan antara novel-novelnya yang mendapat perhatian umum dan menjadi buku teks sastera di Malaysia dan Singapura termasuklah Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Kaabah dan Merantau ke Deli.
Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan antarabangsa seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelaran Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno daripada pemerintah Indonesia.
Hamka telah pulang ke rahmatullah pada 24 Juli 1981, namun jasa dan pengaruhnya masih terasa sehingga kini dalam memartabatkan agama Islam. Beliau bukan sahaja diterima sebagai seorang tokoh ulama dan sasterawan di negara kelahirannya, malah jasanya di seluruh alam Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura, turut dihargai.

BACA SELENGKAPNYA..

Sabtu, 31 Maret 2012

Pemimpin yang Mengikuti Jejak Rasulullah SAW


REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr HM Harry Mulya Zein

Sosok pemimpin sejati senang dengan tantangan (challenge). Hal ini diungkapkan Toto Tasmara dalam bukunya  “Spiritual Centered Leadership”.  Namun tantangan itu sudah semestinya dihadapi bahkan merupakan proses pendakian dari seorang anak manusia dalam  mengarungi kehidupan sebagai  khalifah fil ardhi, sebagaimana firman Allah SWT “..tidaklah Ku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku”.

Tantangan kehidupan itu memerlukan perjuangan jika kita berkeinginan menuai sukses serta hasil yang baik.  Dan perjuangan itu pun dianjurkan sebagaimana sabda Rasulullah SAW “Carilah duniamu seakan-akan hidup selama-lamanya dan tuntutlah akhiratmu seolah-olah akan wafat besok”.  Oleh karena itu, jelaslah bahwa kita dalam mengarungi kehidupan ini seyogyanya bekerja keras dengan dilandasi semangat yang menggelora pada diri pribadi-pribadi Muslim  guna meraih kebahagian baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Karena manusia terlahir sebagai khalifah fil ardh  tentunya  dalam setiap gerak serta langkahnya agar berorientasi pada pengabdian kepada Allah SWT semata. Terlebih-lebih  bahwa sosok manusia dilahirkan kemuka bumi ini sebagai pimpinan. Rosulullah saw pernah bertutur bahwa “setiap orang adalah pemimpin dan kelak akan dimintakan pertanggung jawabannya berkaitan dengan kepemimpinannya”.

Dari ungkapan itu, seperti apa gaya seorang pemimpin yang mengikuti jejak Rosulullah SAW? yang jelas ada sejumlah panduan yang menjadi sandaran kita  yakni Alquran dan mengikuti sunah Nabi Muhammad SAW. Kedua pijakan ini adalah sebuah keharusan bagi umat Islam. Karena Akhlak Rasul adalah Alquran. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda “Aku tinggalkan di antara kalian dua perkara, yang kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya: Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya”.

Sunnah Nabi itu agar dipahami sebagai keseluruhan kepribadian dan Akhlak Nabi, yang secara jelas dan tegas dipaparkan dalam Alquran. Rasulullah SAW adalah sebagai teladan (uswah hasanah) bagi kita semua. Oleh karena itu yang mengikuti sunnah Nabi berarti mencontoh akhlak mulia Nabi, yang dimanifestasikan dalam sifat-sifat Rasulullah SAW, Siddiq, Tablig, Amanah dan Fathonah.

Sifat-sifat Rasulullah ini sangat relevan untuk diimplementasikan pada setiap jenjang pemimpin  di semua level dimana kita berada. Model kepemimpinan Rasulullah SAW yang mengutamakan nilai-nilai akhlak mulia (Akhlakul Karimah) pada setiap pergaulan dalam kehidupan bermasyrakat, berbangsa, dan bernegara.

Jika kita lihat hiruk-pikuknya kehidupan di tengah arus globalisasi yang kadangkala mengesampingkan nilai-nilai etika/moral serta dapat juga menjerat umat manusia  untuk lebih mementingkan  kepentingan pribadinya masing-masing tanpa memperdulikan kehidupan sesamanya.

Bahkan ketika Rasulullah SAW ditanya oleh salah seorang sahabat, ''Apa yang harus kita kerjakan dalam hidup ini?'' Beliau menjawab muamalah atau hubungan antarmanusia. Mengapa hal menjadi diprioritaskan oleh Rasulullah SAW, karena hakikat hubungan antarmanusia adalah kunci utama dalam hidup.

Allah SWT tidak akan mengampuni kesalahan hambanya, jika seorang hamba itu tidak bisa memaafkan kesalahan sesamanya. Ini artinya jalinan hubungan antarmanusia (Hablumminanas)  memiliki urgensi yang utama serta vital dihadapan-Nya. Sehingga apabila seseorang hamba akan melakukan hubungan dengan Allah SWT (Hablumminallah), alangkah baiknya dibenahi sejak awal hubungan antarmanusianya. Oleh karena itu meneladani budi pekerti Nabi Muhammad SAW, adalah menjadi bagian terpenting terutama para pemimpin  negeri ini.

BACA SELENGKAPNYA..

Kamis, 15 Maret 2012

Menggapai Berkah dengan Sedekah

Do'a Malaikat bagi yang bersedekah:

dari Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim :
Setiap Pagi ada dua malaikat yg turun ke bumi,
kemudian seorang malaikat berdo'a:
"Ya,ALLAH, Berilah balasan kebaikan Buat orang yang berinfaq",

Sedangkan Malaikat yg satunya berdo'a:
Ya,ALLAH, berilah ganjaran kehancuran buat yang tidak berinfaq."

Semoga Keberkahan Bagi Kita dan Seluruh Keluarga,
Ajrakallah, Semoga di tetapkan Pahala dan Balasan atas amal Sedekah Kita.
BACA SELENGKAPNYA..

Senin, 12 Maret 2012

HUKUM JIMAT, KEDUKUN, SUSUK dan sejenisnya.


Tidak kita pungkiri dalam kehidupan masyarakat kita masih banyak yang kental dengan ke dukun, susuk, makai jimat dan semacamnya, disini kita sedikit bahas masalah ini.

dalam satu riwayat : "Sesungguhnya jampi-jampi, jimat dan tiwalah (guna-guna, susuk atau pelet) adalah syirik.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Baihaqi dan Hakim)

Pengobatan yang sering dilakukan paranormal dengan rapalan, bacaan, mantera, dan komat-kamit lainnya sambil kadangkala memegang bagian tertentu pasien ataupun juga kadang dilakukan dari jarak jauh, maka jampi-jampi dan bacaan-bacaan semacam ini terlarang hukumnya terutama yang tidak dimengerti artinya. Hal itu berbeda dengan pengobatan ala sunnah yang dilakukan dengan bacaan yang dapat dimengerti artinya dan berasal dari al-Qur’an ataupun hadits Nabi (ma’tsur dari Nabi) apa yang lebih sering dikenal sebagai metode ruqyah maka hal itu justru hukumnya sunnah dan terpuji tanpa meninggalkan pengobatan klinis dan medis, seperti doa atau bacaan yang beliau ajarkan: “Ya Allah Tuhan manusia, hilangkanlah penyakit ini, sembuhkanlah, (karena) Engkaulah Maha Penyembuh. Tidak ada penawar kecuali penawar-Mu, penawar yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Ahmad dan Bukhari)

Para ulama mengatakan bahwa bacaan pengobatan atau jampi-jampi yang diperbolehkan syariah harus memenuhi tiga syarat. Pertama, dengan menyebut nama Allah Ta’ala. Kedua, dengan bahasa Arab atau bahasa lainnya yang dapat dipahami maknanya, Ketiga, dengan keyakinan bahwa jampi-jampi itu tidak berpengaruh kecuali dengan takdir Allah Ta’ala dan tidak menjerumuskan kepada syirik.

Pengobatan alternatif dan konsultasi supranatural melalui jimat-jimat yang digantungkan ataupun dikenakan sebagai penangkal, penghilang penyakit atau pembawa berkah dan perlindungan, dan sebagainya, semuanya dilarang oleh Islam, sebab hal itu telah melakukan syirik dan bergantung kepada benda. Ketika sebuah rombongan yang terdiri dari sepuluh orang menghadap Nabi saw untuk berbaiat kepada beliau dan menyatakan masuk Islam, lalu beliau membaiat yang sembilan orang dan menahan yang seorang. Ketika ditanya mengapa menahan yang seorang, beliau menjawab, “di pundaknya terdapat jimat.” Kemudian laki-laki itu memasukkan tangannya ke dalam bajunya dan memotong jimatnya. Setelah itu baru Rasulullah mau membaiatnya, seraya bersabda: “Barang siapa yang menggantungkan jimat, berarti ia telah melakukan perbuatan syirik.” (HR. Ahmad dan Hakim). Artinya, menggantungkan jimat dan hatinya bergantung kepadanya berarti berbuat syirik.

Demikian pula ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melihat gelang kuningan di pangkal lengan seseorang, beliau mempertanyakannya, “Apa ini?” orang itu menjawab, “saya memakai ini karena terserang penyakit di pundak saya sebagai jimat.” Kemudian beliau bersabda: “Ingatlah, sesungguhnya jimat itu hanya menambah lemah tubuhmu, karena itu buanglah segera! Sebab jika engkau mati sedang jimat itu masih menempel di tubuhmu, engkau tidak akan beruntung sama sekali.” (HR. Ahmad)

salah satu efek lemah tubuh disini yang kita bisa lihat dari para pengguna jimat untuk melariskan dagangan, seperti dia malas untuk lebih kreatif dalam mempromosikan dagangannya, karena dia sudah berharap laris karena sebab jimat yang digunakannya.

Para sahabat juga sangat membenci jimat, sehingga ketika melihat seorang laki-laki yang menggantungkan benang sebagai jimat, Hudzaifah membacakan ayat: “Dan kebanyakan mereka tidak beriman kepada Allah melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (QS. Yusuf:106) Sa’id bin Jubair berkata: “Barangsiapa yang melepaskan satu jimat dari leher seseorang, maka (pahalanya) seperti memerdekakan seorang budak.” Ibrahim An-Nakha’i, tokoh generasi tabi’in berkata: “Para sahabat membenci semua bentuk jimat (isim dan lainnya), baik yang Al-Qur’an maupun bukan dari Al-Qur’an..”

Memang, masih ada beberapa ulama yang memperbolehkan penggunaan jimat bila berasal dari ayat-ayat Al-Qur’an meskipun sebagian besar ulama tetap melarangnya dan pendapat mayoritas ulama yang mengharamkan penggunaan segala bentuk jimat termasuk dari jimat dari ayat al-Qur’an adalah yang lebih kuat alasannya berdasarkan dalil-dalil di antaranya bahwa:
1. Hadits-hadits yang melarang tamaim (jimat-jimat) itu bersifat umum, tidak membedakan antara berbagai jenis tamaim. Ketika menolak seseorang yang memakainya, Nabi saw tidak menanyakan padanya apakah jimatnya itu dari ayat Al-Qur’an atau tidak.
2. Pelarangan mutlak itu lebih logis sebagai upaya antisipasi (saddan lidzdzari’ah) kemungkinan makin meluasnya penggunaan jimat yang dapat menjerumuskan kepada syirik. Sebab orang yang menggantungkan Al-Qur’an menjadi jimat suatu saat akan menggantungkan benda lain sebagai jimat pula. Sehingga orang lain tidak tahu apakah jimat yang dipakainya dari Al-Qur’an atau bukan.
3. Perbuatan seperti sama dengan merendahkan dan menghinakan Al-Qur’an secara materi maupun maknawi, karena orang yang memakainya akan membawanya ke tempat-tempat najis, tempat buang hajat, dalam kondisi jenabat, atau digunakan oleh wanita haidh di samping merendahkan fungsi al-Qur’an untuk dibaca, diamalkan dan diajarkan guna memberi petunjuk manusia dan bukan dieksploitasi fisik dan materi tulisannya untuk kepentingan duniawi dan jasmani.

Karena itu, pendapat yang mengatakan bahwa semua jimat itu terlarang sangat tepat. Bahkan Nabi saw telah menyumpah orang-orang yang memakai jimat dalam doanya: “Barang siapa yang menggantungkan jimat, mudah-mudahan Allah tidak menyempurnakan urusannya; dan barang siapa yang menggantungkan benda keramat (sebagai penangkal), mudah-mudahan Allah tidak memberi perlindungan kepadanya.”

Nabi saw justru menekankan pada pengobatan fisik dan terapi medis secara natural dan bukan menganjurkan pengobatan alternatif supranatural dengan sabdanya: “Sesungguhnya penawar itu ada tiga perkara: minum madu, berbekam dan menempelkan besi panas pada bagian yang sakit.” (HR. Bukhari) Beliau tidak menyebutkan pengobatan dengan jimat atau jampi, beliau justru hanya menyebutkan hal-hal yang alamiah (natural).

kebenaran hanya milik Allah.

Muhammad Al Islam

BACA SELENGKAPNYA..

Minggu, 11 Maret 2012

nGAJi Bareng Ust Muammal Hamidy

Mengundang seluruh Keluarga besar Muhammadiyah nanti pada :
Hari            : Senin
Tanggal       : 12 Maret 2012
Jam            : 12. 00 WIB
Acara        :   Kajian yang akan disampaikan oleh Ust Muamal Hamidy, LC (Wakil Ketua PWM Jawa Timur)
Tempat       : Gedung Dakwah Muhammadiyah Sumenep

Atas kehadiran bapak, ibu, saudara, i disampaikan terima kasih

Ketua PDM


Drs.H.Moh Yasin, M.Hi
BACA SELENGKAPNYA..

Selasa, 06 Maret 2012

Jangan Khawatir, Allah Bersama Kita


Oleh: Inggar Saputra
Kehidupan adalah sebuah proses yang rumit, sukar ditebak dan penuh teka-teki. Ada waktunya, seorang manusia hidup di atas. Bergemilang sukses, kejayaan dan merasakan puncak keindahan dalam menikmati hidup. Kadang sebaliknya, seorang muslim hidup dalam kesusahan, miskin dan serba kekurangan.
Semua itu, sadar atau tidak sudah menjadi bagian rahasia Allah. Al Qur’an sudah mengatakan, takdir seseorang tergantung bagaimana orang itu mau mengubahnya. Ini pertanda, kita (manusia) adalah perencana atas takdir kehidupan. Urusan tercapai atau tidak, biarlah Allah yang mengatur. Sebab takdir kehidupan manusia sudah direkayasa sangat baik oleh Sang Rabbul izzati.
Untuk itu, seorang muslim dituntut optimistis menjalani laku kehidupan. Berusaha menikmati segala ujian sebagai bagian tarbiyah Allah SWT. Sebab ada kalanya, ujian itu dapat berbentuk kesenangan dan kesulitan. Maka, jangan pernah berfikir ketika diberikan kesenangan kita terus menerus bahagia. Ingatlah, setiap kesenangan itu ada hak orang lain yang harus ditunaikan. Dalam setiap kesulitan, jangan pernah bersedih. Percayalah, roda kehidupan akan berputar dimana tidak selamanya terus menerus miskin. Ikhtiar dan berdo’a, itu kunci menikmati segala bentuk ujian Allah SWT ini.
Ada baiknya, seorang muslim meneladani Rasulullah SAW. Sejak kecil beliau sudah harus ditinggal kedua orang tua. Hidup dalam asuhan paman, beliau mulai matang dan dewasa. Aktivitas belajar menggembala domba, berdagang dan ikut perang membentuk jiwa kepemimpinannya. Indah sekali rekayasa Sang Pencipta membentuk kepribadian Rasul akhir zaman ini.
Tidak heran, ketika akhirnya menikah beliau berhasil mengamalkan prinsip “Letakkan dunia di tanganmu, jangan di hatimu”. Sebab itu, meski memiliki seorang pendamping hidup kaya raya. Beliau tidak sombong dan mau bergaul dengan kalangan miskin. Kekayaan tak membuat dirinya bangga. Tapi kekayaan membuatnya lebih mengerti bagaimana indahnya berbagi.
Ketika akhirnya menjalani kehidupan sulit, Rasulullah SAW tak pernah mengeluh. Penolakan dakwah, pengusiran oleh kaum Quraisy dan berbagai ujian dilewatinya. Bahkan dalam sebuah peperangan, beliau menahan lapar dengan mengganjal perut dengan batu. Bersama kaum muslimin, Rasulullah SAW juga pernah mengalami masa sulit ketika diserbu pasukan perang Ahzab. Pengkhianatan kelompok Yahudi yang menikam dari belakang pernah pula dialaminya.
Apa arti itu semua? Tidak lain semua peristiwa itu adalah skenario Allah agar keteladanan itu dapat dinikmati generasi sekarang. Sosok teladan yang dikenang tidak sebatas politik pencitraan, tapi keteladanan merakyat dan dapat dinikmati masyarakat. Seorang pemimpin yang tidak menyuruh pasukannya maju perang saja. Tapi bersama rakyat, terjun ke medan perang melawan musuh-musuh Islam. Manusia yang miskin bukan karena kekurangan harta, tapi berdasarkan pilihan hidup. Sungguh, keagungan Rasulullah SAW mengajak umatnya “ Jangan bersedih saudaraku. Berdoalah dan ikhtiar. Allah bersama kita”

BACA SELENGKAPNYA..